Kamis, 09 Februari 2012

Ringkasan ke 2

| Kamis, 09 Februari 2012 | 0 komentar

Termasuk diantara aqidah salaf adalah, tidak wajib bagi seorang  muslim untuk mengikatkan dirinya kepada madzhab fikih tertentu, dan boleh  baginya keluar dari satu madzhab ke madzhab lainnya berdasarkan  kekuatan dalil. Tidak ada madzhab bagi orang awam, madzhabnya adalah  madzhab muftinya.
Bagi penuntut ilmu, jika dia memiliki keahlian dan  mampu untuk mengetahui dalil-dalil para imam maka hendaklah ia melakukannya, dan berpindah dari madzhabnya seorang imam  dalam suatu masalah kepada madzhab imam lain yang memiliki dalil lebih  kuat dan pemahaman lebih rajih di dalam masalah lainnya. Yang  demikian ini dikatakan sebagai muttabi’ bukanlah  mujtahid, karena ijtihad adalah menggali hukum langsung dari  Kitabullah dan as-Sunnah sebagaimana para imam yang empat melakukannya  ataupun selain mereka dari para ahi fikih dan ahli hadits.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, bahwasanya para sahabat yang  empat, yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Radhiyallahu ‘anhum, mereka adalah para khalifah yang lurus lagi  mendapatkan petunjuk (Khulafa’ur Rasyidin al-Mahdiyin). Mereka  yang memegang kekhalifahan nubuwah selama 30 tahun ditambah  kekhilafahan Husain Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam :
الخلافة في أمتي  ثلاثون سنة،  ثم مُلك بعد  ذلك
yang artinya : ‘Kekhilafahan pada ummatku selama 30 tahun, kemudian akan berbentuk  kerajaan setelahnya.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, wajib mengimani seluruh yang  berada di dalam al-Qur'an dan Allah Ta’ala memerintahkan kita dengannya, dan meninggalkan setiap apa yang dilarang Allah  kepada kita baik secara global maupun terperinci. Kami mengimani  segala apa yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa  Sallam, dan yang telah shahih penukilan darinya baik yang dapat kita  saksikan maupun yang tidak dapat, sama saja baik yang dapat kita  nalar maupun yang tidak kita ketahui dan tidak pula dapat kita telaah  hakikat maknanya. Kita melaksanakan segala perintah Allah dan  Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan kita menjauhi  terhadap segala apa yang Allah dan Rasul-Nya melarangnya.
Kita  berhenti pada batasan-batasan (Hudud) Kitabullah Ta’ala dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan yang  datang dari Khalifah ar-Rasyidin al-Mahdiyin. Wajib bagi  kita mengikuti segala apa yang datang dari Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa Sallam baik berupa keyakinan, amal perbuatan,  dan ucapan, serta meniti jalannya Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa Sallam dan jalannya para Khalifah ar-Rasyidin  al-Mahdiyin yang empat baik berupa keyakinan, amal perbuatan mapun ucapan.  Inilah dia sunnah yang sempurna itu, dikarenakan sunnah Khalifah  ar-Rasyidin diikuti sebagaimana mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu  'alaihi wa Sallam.
Umar bin Abdul Aziz berkata :
سن لنا رسول  الله وولاة الأمر من  بعده سننا،  الأخذ بها  اعتصام  بكتاب الله،  وقوة على دين  الله، ليس لأحد  تبديلها ولا  تغييرها،  ولا النظر في  أمرٍ  خالفها، من  اهتدى بها فهو  المهتدي،  ومن استنصر  بها فهو  المنصور،  ومن تركها  واتبع غير  سبيل المؤمنين  ولاّه الله  ما تولى  وأصلاه جهنم  وساءت  مصيراً
Artinya : ‘Rasulullah meninggalkan sunnah bagi kita demikian pula para pemimpin  setelah beliau, mengambil sunnah dengan berpegang terhadap  Kitabullah dan memperkuat agama Allah. Tidak ada seorangpun yang merubah  maupun menggantinya, tidak pula ada pandangan terhadap sesuatu yang  menyelisihinya. Barangsiapa yang berpetunjuk dengannya maka  ia akan mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang menolongnya maka  ia akan ditolong. Namun barangsiapa yang meninggalkannya dan  mengikuti selain jalannya orang yang beriman maka Allah akan  membiarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang ia condong padanya dan  baginya jahannam seburuk-buruk tempat kembali.
Sebagai saksi kebenaran terhadap hal ini adalah sabda Nabi  Shallallahu 'alaihi wa Sallam :
وإياكم ومحدثات  الأمور فإن  كل بدعة  ضلالة
yang artinya : ‘Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena setiap bid’ah  itu sesat.’ Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok  agama, dan hadits ini semakna dengan hadits :
من أحدث في  أمرنا هذا ما  ليس منه فهو  ردّ
yang artinya : ‘Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam urusan kami yang tidak ada  perintahnya maka tertolak.
Di dalam hadits ini terdapat suatu peringatan dari mengikuti perkara-perkara yang baru (muhdats) di dalam agama dan  ibadah. Yang dimaksud dengan bidah adalah segala perkara yang  diada-adakan tanpa ada dasarnya dari syariat yang menunjukkan pensyariatannya.  Adapun jika suatu perkara memiliki asal di dalam syariat yang  menunjukkan pensyariatannya maka bukanlah hal ini termasuk bidah secara  syariat, namun dimutlakkan sebagai bidah secara bahasa.  Maka setiap orang yang mengada-adakan sesuatu dan menyandarkannya kepada  agama padahal tidak ada asal yang yang menunjukkannya maka ia  termasuk kesesatan, dan agama ini berlepas diri darinya baik itu  dalam masalah keyakinan, perbuatan maupun  ucapan.
Adapun yang terdapat pada ucapan salaf yang menyatakan kebaikan  beberapa bidah, maka sesungguhnya yang dimaksud adalah bidah secara  bahasa tidak secara syari (istilah), diantaranya adalah ucapan  Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu tatkala beliau  mengumpulkan manusia pada saat sholat Tarawih di bulan Ramadhan pada imam  yang satu di Masjid, beliau keluar dan melihat mereka sedang  sholat, beliau berkata :
نعمت البدعة  هذه
yang artinya : Ini adalah sebaik-baik bidah, namun amalan ini memiliki  dasar di dalam syariat, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi  wa Sallam pernah sholat Tarawih secara berjamaah di  Masjid, kemudian beliau meninggalkannya karena takut akan diwajibkan kepada ummatnya sedangkan ummatnya tidak mampu mengamalkannya. 
Ketakutan ini sirna setelah wafatnya beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam, oleh karena itu Umar menghidupkannya kembali.  Adapun ibadah yang telah tetap di dalam syariat maka tidak boleh menambah-nambahinya.
Misalnya adzan, telah baku kaifiyatnya yang disyariatkan tanpa perlu menambah-nambah maupun mengurang-ngurangi. Demikian pula  sholat, telah baku kaifiyatnya yang disyariatkan, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
صلوا كما  رأيتموني  أصلي
yang artinya : Sholatlah kamu sebagaimana  aku sholat. Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Bukhari di  dalam Shahih’-nya. Haji pun juga telah baku kaifiyatnya  dari syariat, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa  Sallam bersabda :
خذوا عني  مناسككم
yang artinya : Ambillah dariku manasik  hajimu. Ada beberapa perkara yang dilakukan oleh kaum muslimin yang  tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa  Sallam. Namun perkara-perkara ini merupakan suatu keharusan (dharuriyah) dalam rangka memelihara Islam, mereka memperbolehkanya dan mendiamkannya, seperti Utsman bin Affan yang mengumpulkan mushaf menjadi satu karena khawatir ummat akan  berpecah belah, dan para sahabat lainpun menganggap hal ini baik,  karena padanya terdapat maslahat yang sangat jelas.
Juga seperti  penulisan hadits Nabi yang mulia dikarenakan khawatir akan sirna  karena kematian para penghafalnya. Demikan pula penulisan tafsir  al-Qur'an, al-Hadits, penulisan ilmu nahwu untuk menjaga Bahasa Arab  yang merupakan sarana dalam memahami Islam, penulisan ilmu  mustholah hadits. Semua ini diperbolehkan dalam rangka menjaga syariat  Islam dan Allah Ta’ala sendiri bertanggung jawab dalam  memelihara syariat ini sebagaimana dalam firman-Nya  :
إنا نحن نزلنا  الذكر وإنا  له  لحافظون
yang artinya : ‘Sesungguhnya kami yang menurunkan al-Qur'an dan sesungguhnya kami pula  yang bertanggung jawab memeliharanya. (al-Hijr : 9)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
يحمل هذا العلم  من كل خَلَف  عُدوله،  ينفون عنه  تحريف  الغالين،  وانتحال  المُبطلين،  وتأويل  الجاهلين
yang artinya : ‘Ilmu ini diemban pada tiap generasi oleh orang-orang adilnya,  mereka menghilangkan perubahan orang-orang yang ekstrim,  penyelewengan orang-orang yang bathil dan penakwilan orang-orang yang bodoh. Hadits ini hasan dengan jalan-jalannya dan syawahid (penguat)-nya.
Inilah aqidah generasi pertama dari ummat ini, dan aqidah ini  adalah aqidah yang murni seperti murninya air tawar, aqidah yang kuat  seperti kuatnya gunung yang menjulang tinggi, aqidah yang kokoh  seperti kokohnya tali simpul yang kuat, dan ia adalah aqidah yang  selamat, jalan yang lurus di atas manhaj al-Kitab dan as-Sunnah serta  di atas ucapan Salaful Ummah dan para imamnya. Dan ia adalah jalan  yang mampu menghidupkan hati generasi pertama ummat ini, ia  merupakan aqidah Salafush Shalih, Firqoh Najiyah (Golongan yang  selamat) dan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Aqidah ini mrp aqidahnya para imam  yang empat dan pemegang madzhab yang masyhur serta para  pengkutnya, aqidahnya jumhur ahli fikih dan ahli hadits serta para ulama  yang mengamalkan ilmunya, dan aqidahnya orang-orang yang meniti  jalan mereka hingga saat ini dan hingga hari kiamat. Sesungguhnya  telah berubah orang-orang yang merubah ucapan-ucapan mereka, oleh  sebagian mutaakhirin (orang-orang generasi terakhir) yang  menyandarkan diri mereka kepada madzhab mereka.
Maka wajib atas kita  kembali kepada aqidah salafiyah yang murni, kepada sumbernya yang  telah direguk oleh orang-orang terbaik dari Salaf Sholih. Maka  kita diam terhadap apa yang mereka diamkan, kita menjalankan ibadah sebagaimana mereka menjalankannya, dan kita berpegang dengan  al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma Salaful Ummah dan para imamnya  serta qiyas yang shahih pada perkara-perkara yang baru (kontemporer).
Imam an-Nawawi berkata di dalam al-Adzkar  :
واعلم أن الصواب  المختار ما  كان عليه  السلف رضي  الله عنهم،  وهذا هو  الحق، ولا تغترن  بكثرة من  يخالفه
yang artinya : ‘Ketahuilah, bahwa kebenaran yang terpilih adalah apa yang para salaf Radhiyallahu ‘anhum berada di atasnya.
Demikian pula Abu Ali al-Fudhail bin Iyyadh  berkata  :
الزم طرق الهدى  ولا يضرك  قِلة  السالكين،  وإياك وطرق  الضلالة،  ولا تغترن بكثرة  الهالكين
yang artinya : ‘Tetapilah jalan-jalan petunjuk dan tidaklah akan membahayakanmu  sedikitnya orang yang menitinya. Jauhilah olehmu jalan-jalan kesesatan,  dan janganlah dirimu terpedaya dengan banyaknya orang yang binasa.
Inilah satu-satunya jalan yang akan memperbaiki keadaan ummat ini.  Telah benar apa yang dikatakan oleh Imam Malik bin Anas Rahimahullahu, seorang penduduk Madinah al-Munawarah  ketika berkata :
لن يصلح آخر  هذه الأمة  إلا بما صلح  به أولها
yang artinya : ‘Tidaklah akan baik akhir ummat ini kecuali mereka mengikuti baiknya  awal ummat ini. Tidaklah akan musnah kebaikan di dalam ummat ini, karena  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda di dalam  haditsnya :
لا تزال  طائفة من  أمتي ظاهرين  على الحق لا  يضرهم من  خذلهم حتى  يأتي أمر الله وهم  كذلك
yang artinya : ‘Akan senantiasa ada segolongan dari ummatku yang menampakkan  kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang mencela,  mereka tetap dalam keadaan demikian sampai datangnya hari  kiamat.
Inilah Aqidah Salaf Sholih yang telah disepakati oleh sejumlah  besar para ulama, diantaranya adalah Abu Jafar ath-Thahawi, yang telah  disyarah aqidahnya oleh Ibnu Abil Izz al-Hanafi salah  seorang murid Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, yang dinamakan dengan
‘Syarh Aqidah ath-Thahawiyah’. Diantara mereka juga Abul Hasan al-Asyari di dalam kitabnya ‘al-Ibanah ‘an  Ushulid Diyaanah’, yang di dalamnya terhimpun aqidah beliau yang  terakhir, beliau berkata :
قولنا الذي نقول  به،  وديانتنا  التي ندين  بها: التمسك  بكتاب الله  عز وجل، وبسنة  نبينا ، وما  روي عن  الصحابة  والتابعين  وأئمة  الحديث،  ونحن بذلك  معتصمون،  وبما كان  يقول به أبو  عبد الله  أحمد بن حنبل  قائلون، ولمن خالف  قوله  مجانبون
yang artinya : ‘Pendapat yang kita berpendapat dengannya dan agama yang kita beragama  dengannya adalah : kita berpegang dengan Kitabullah Azza wa  Jalla dan dengan Sunnah Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa Sallam,  serta dengan apa yang diriwayatkna dari para sahabat, tabi’in dan  para imam hadits. Kami berpegang dengan itu semuanya, dan dengan  apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, dan  orang-orang yang menyelisihi ucapannya adalah orang yang  sesat.
Termasuk pula tulisan tentang aqidah salafus shalih adalah apa yang  ditulis oleh Ash-Shabuni dalam kitabnya ‘Aqidah Salaf Ashabul hadits’, dan juga diantaranya adalah Muwafiquddin Abu  Qudamah al-Maqdisy al-Hanbali dalam kitabnya ‘Lum’atul I’tiqod  al-Haadi ila Sabilir Rosyad’, dan selain mereka dari para ulama  yang mulia. Semoga Allah membalas mereka semua dengan kebaikan.
Kami memohon kepada Allah untuk menunjuki kami kepada Aqidah yang  murni, jalan yang terang benderang lagi suci dan akhlak yang mulia  terpuji. Dan kita memohon supaya menghidupkan kita di atas Islam dan mematikan kita di atas syariat nabi kita Muhammad alaihi  Sholatu wa Salam.
Ya Allah, tetapkanlah kami sebagai muslim dan kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang shalih bukan orang-orang yang hina lagi  terfitnah, ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami serta  seluruh kaum mukminin pada hari ditegakkannya perhitungan. Kami memohon  kepada Allah Ta’ala agar senantiasa mengilhamkan kepada kami  kebenaran di dalam berkata dan beramal, sesungguhnya Ia Maha  Mampu atas segala hal dan Dialah Dzat satu-satunya yang layak  dipinta. Demikianlah akhir seruan kami, segala puji hanyalah milik  Allah pemelihara alam semesta.
  
Pelayan Sunnah Nabawiyah
Abu Muhammad Abdul Qodir al-Arna`uth
Allahlah di balik segala tujuan.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Blog Pribadi Abu Iram Al-Atsary

Selamat, Anda sedang membaca artikel saya yang berjudul Ringkasan ke 2 - Artikel ini diposting oleh Unknown pada hari Kamis, 09 Februari 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jangan lupa like ke akun facebook anda untuk berbagi - Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui Buku Tamu Kami. By. Abu Iram Al-Atsary.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Disini:

 
© Copyright 2010. yourblogname.com . All rights reserved | yourblogname.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com