Sabtu, 04 Februari 2012

Keyakinan Sufi Tentang Ilmu Laduni

| Sabtu, 04 Februari 2012 | 0 komentar

Oleh Syaikh Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij

Istilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang nabi Khidir :"Wa 'allamnaahu min Ladunnii 'ilmaan" "...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". (Al-Kahfi : 65).

Yang dimaksud dengan ayat di atas, menurut mereka, adalah disingkapnya alam gaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf (penyingkapan), tajliyat (penampakan) serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. Istiqomah, Qahirah.) Mereka berdalil dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengganjari kepada kalian semua". (Al-Baqarah : 282).

Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam (wafat 199H), seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari Kufah. (Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226)

Pertama
Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi Khidir dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para ulama kaum muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi Khidir, dan tidak pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa.

Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan dan minhaj yang berbedabeda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang kali terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya nabi Luth dengan nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa. Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja, sedangkan Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk seluruh manusia hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).
\
"Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan akan dimasukkan ke neraka" (Hadits Shahih Riwayat Muslim I/93).

Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia, sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". (Saba' : 28).

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua". (Al-A'raf : 157).

Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan untuk mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa dengan kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj Isa, Musa, Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda Shalallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya dan meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah bagian kalian, dan kalian adalah bagian dari umat umat yang ada". (Riwayat Baihaqi dalam Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam Irwa'al-Ghalil karangan Al-Bani hal. 1588).

Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap hidup, selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu yang diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal ini merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an secara nyata : "Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusia pun sebelummu abadi". (Al-Anbiya' : 34).

"Artinya : Tidak ada satu jiwa pun yang bernafas pada hari ini yang datang dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat sekarang ini masih hidup". (Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir).

Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya maudhu' (palsu) menurut kesepakatan seluruh ulama hadits. (Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah)

Kedua
Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu (ilmu)". (Al-Baqarah : 282).

Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara mencari ilmu yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar". (Hadits Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam tarikhnya dari Abu Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah Ash-Shahihah 342).

Kata innama (sesungguhnya) disini adalah untuk membatasi.

Ketiga
Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan cara belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan (walaupun telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi), tetap dianggap tidak sempurna. Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham. Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam pengamalannya. Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling samar. Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas
mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah menyembunyikan masalah pengamalannya (Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146.) Dan tidaklah kasyaf yang mereka dakwahkan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka.

"Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa setan turun ? (Setan) turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat dosa. Mereka menghadapkan pendengarannya itu (kepada setan), dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta". (Asy-Syu'ara : 221-223).

"Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka agar berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh ? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung (hari siksaan) itu untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. Ingat ketika hari Kami mengumpulkan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". (Maryam : 83-86).

Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa kasyaf merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, mengetahui gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf semacam inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat seorang yang beriman. (Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27.) Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini : "Telah mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah perkataan khurafat.

Keempat
Sebagian mereka mengaku dapat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara dan memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu Arabi, "Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 627H, di Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab Fushush Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik manfa'at darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada Allah, Rasul-Nya serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau perintahkan. Maka, aku pun berusaha merealisasikan citacita dan aku murnikan niatku serta kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini sebagaimana diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa mengurangi dan menambahinya".

Bantahan terhadap pendapat di atas adalah sebagai berikut :
• Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran, seperti yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan nabi Allah, Nuh (hal. 70-72), meyakini bahwa Fir'aun itu telah beriman (hal. 21), membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya dalam membuat patung (yang menimbulkan fitnah di kalangan bani Israil) hingga mengibadahinya (hal. 188).
• Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh menyelisihi syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan diri dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan Ibnu Arabi. Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia (Ibnu Arabi) telah tertipu dan terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu dengan niat baik dan prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu mustahil, karena setan tidak akan mampu menyerupai nabi. Maka, bagaimana hal itu bisa terjadi padahal Nabi yang ma'shum Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Artinya : Barangsiapa yang melihatku (dalam mimpinya) maka sesungguhnya akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku". (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai penguat yang sangat banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Lihat Shahih Al-Jami' dan ziyadahnya V/293).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu Arabi dan para pengikutnya adalah  perkataan-perkataan mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama sekali.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Blog Pribadi Abu Iram Al-Atsary

Selamat, Anda sedang membaca artikel saya yang berjudul Keyakinan Sufi Tentang Ilmu Laduni - Artikel ini diposting oleh Unknown pada hari Sabtu, 04 Februari 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jangan lupa like ke akun facebook anda untuk berbagi - Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui Buku Tamu Kami. By. Abu Iram Al-Atsary.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Disini:

 
© Copyright 2010. yourblogname.com . All rights reserved | yourblogname.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com