Selasa, 14 Februari 2012

Pendapat Imam Syafi’i Tentang Tauhid

| Selasa, 14 Februari 2012 | 0 komentar

Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’i رحمه الله mengatakan: “Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut salah satu asma’ Allah عزّوجلّ, kemudian melanggar sumpahnya, maka ia wajib membayar kaffarat. Dan barangsiapa yang bersumpah dengan menyebutkan selain Allah عزّوجلّ, misalnya, “Demi Ka’bah”, “Demi ayahku” dan sebagainya, kemudian melanggar sumpah itu, maka ia tidak wajib membayar kaffarat.”



Begitu pula apabila ia bersumpah dengan mengatakan “Demi umurku”, ia tidak wajib membayar kaffara. Namun, bersumpah dengan menyebut selain Allah عزّوجلّ adalah haram, dan dilarang berdasarkan Hadits Nabi صلي الله عليه وسلم, “Sesungguhnya Allah عزّوجلّ melarang kami untuk bersumpah dengan menyebut nenek moyang kamu. Siapa yang hendak bersumpah, maka bersumpahlah dengan menyebut asma Allah عزّوجلّ, atau lebih baik diam saja.” 1

Imam Syafi’i رحمه الله beralasan bahwa asma’-asma’ Allah عزّوجلّ itu bukan makhluk, karenanya siapa yang bersumpah dengan menyebut asma’ Allah عزّوجلّ, kemudian ia melanggar sumpahnya, maka ia wajib membayar kaffarat.2

Imam Ibn al-Qayyim رحمه الله menuturkan dalam kitabnya Ijtima’ al-Juyusy, sebuah riwayat dari Imam Syafi’i رحمه الله, bahwa beliau berkata: “Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangan saya, shahib-shahib (murid-murid) saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan saya ambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah عزّوجلّ, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah عزّوجلّ, serta bersaksi bahwa Allah عزّوجلّ di atas 'Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya, terserah kehendak Allah عزّوجلّ, dan Allah عزّوجلّ itu turun ke langit terdekat kapan saja Allah عزّوجلّ berkehendak.” 3
Imam adz-Dzahabi meriwayatkan dari al-Muzani رحمه الله, katanya: “Apabila ada orang yang mengeluarkan unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid yang ada dalam hati saya, maka itu adalah Imam Syafi’i رحمه الله.”
Saya pernah dengar di Masjid Cairo dengan beliau, ketika saya mendebat di depan beliau, dalam hati saya terdapat unek-unek yang berkaitan dengan masalah tauhid. Kata hatiku, saya tahu bahwa seseorang tidak akan mengetahui ilmu yang ada pada diri Anda, maka apa yang sebenarnya yang ada pada diri Anda?

Tiba-tiba beliau marah, lalu bertanya: “Tahukah kamu, di mana kamu sekarang?” Saya menjawab, “Ya”. Beliau berkata, “Ini adalah tempat di mana Allah عزّوجلّ menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu tahu bahwa Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم pernah menyuruh bertanya masalah yang ada dalam hatimu itu?”. “Tidak”, jawab saya. “Apakah para sahabat pernah membicarakan masalah itu?”, tanya beliau lagi. “Tidak pernah”, jawab saya. “Berapakah jumlah bintang di langit?”, tanya beliau lagi. “Tidak tahu”, jawab saya. “Apakah kamu tahu jenis bintang-bintang itu, kapan terbitnya, kapan terbenamnya, dari bahan apa bintang itu diciptakan?”, tanya beliau. “Tidak tahu” jawab saya. “Itu masalah makhluk yang kamu lihat dengan mata kepalamu, ternyata kamu tidak tahu. Mana mungkin kamu mau membicarakan tentang ilmu Pencipta makhluk itu”, kata beliau mengakhiri.

Kemudian beliau menanyakan kepada saya tentang masalah wudhu’, ternyata jawaban saya salah. Beliau lalu mengembangkan masalah itu menjadi empat masalah, ternyata jawaban saya juga tidak ada yang benar. Akhirnya beliau berkata: “Masalah yang kamu perlukan tiap hari lima kali saja tidak kamu pelajari. Tetapi kamu justru berupaya untuk mengetahui ilmu Allah عزّوجلّ ketika hal itu berbisik dalam hatimu. Kembali saja kepada firman Allah عزّوجلّ :

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ . إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Satu. Tidak ada Tuhan (yang Haq) selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (gersang) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Al-Baqarah : 163-164)

“Karenanya”, lanjut Imam Syafi’i رحمه الله, “Jadikanlah makhluk itu sebagai bukti atas kekuasaan Allah عزّوجلّ, dan janganlah kamu memaksa-maksa diri untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh akalmu.” 4

Imam Ibn Abdil Bar meriwayatkan dari Yunus bin Abdul A’la, katanya: “Apabila kamu mendengar ada orang berkata bahwa nama itu berlainan dengan apa yang diberi nama, atau sesuatu itu berbeda dengan sesuatu itu, maka saksikanlah bahwa orang itu adalah kafir zindiq”
Dalam kitabnya ar-Risalah, Imam Syafi’i رحمه الله berkata: “Segala puji bagi Allah عزّوجلّ yang memiliki sifat-sifat sebagaimana Dia mensifati diri-Nya, dan di atas yang disifati oleh makhluk-Nya.”
Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam an Nubala’ menuturkan dari Imam Syafi’i رحمه الله, kata beliau: “Kita menerapkan sifat-sifat Allah عزّوجلّ ini sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi صلي الله عليه وسلم, dan kita meniadakan tasybih (menyamakan Allah عزّوجلّ dengan makhluk-Nya), sebagaimana Allah عزّوجلّ juga meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada satu pun yang serupa dengan Dia.” (Asy-Syura : 11)5

Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya, saya mendengar Imam Syafi’i رحمه الله berkata tentang firman Allah عزّوجلّ :
كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (Hari Kiamat) benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (al-Muthaffifin : 15)

“Ayat ini memberitahu kita bahwa pada Hari Kiamat nanti ada orang-orang yang tidak terhalang, mereka dapat melihat Allah عزّوجلّ dengan jelas.” 6

Imam al-Lalaka’i menuturkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya: “Saya datang ke rumah Imam Syafi’i رحمه الله, ketika itu ada sebuah pertanyaan kepada beliau: “Apakah pendapat Anda tentang firman Allah عزّوجلّ dalam surat al-Muthaffifin ayat 15, yang artinya, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (Hari Kiamat) benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya?.”
Imam Syafi’i رحمه الله menjawab, “Apabila orang- orang itu tidak dapat melihat Allah عزّوجلّ karena dimurkai Allah عزّوجلّ, maka ini merupakan dalil bahwa orang-orang yang diridhai Allah عزّوجلّ akan dapat melihat-Nya.”

Ar-Rabi’ lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, apakah Anda berpendapat seperti itu?. “Ya, saya berpendapat seperti itu, dan itu saya yakini kepada Allah عزّوجلّ”, begitu jawab Imam Syafi’i رحمه الله.7

Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan, katanya, di hadapan Imam Syafi’i رحمه الله ada orang yang menyebut-nyebut nama Ibrahim bin Isma’il bin Ulayah. Kemudian Imam Syafi’i رحمه الله berkata: “Saya berbeda pendapat dengan dia dalam segala hal. Begitu pula dalam kalimat “La ilaha illAllah عزّوجلّ”. Saya tidak berpendapat seperti pendapatnya. Saya mengatakan, bahwa Allah عزّوجلّ berfirman kepada Nabi Musa secara langsung tanpa penghalang. Sedangkan dia mengatakan, ketika Allah عزّوجلّ berfirman kepada Nabi Musa, Allah عزّوجلّ menciptakan ucapan-ucapan yang kemudian dapat didengar oleh Nabi Musa secara tidak langsung (ada penghalang).” 8
Imam al-Lalaka’i meriwayatkan dari ar Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Syafi’i رحمه الله mengatakan: “Barangsiapa mengatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk, maka dia telah menjadi kafir.”9
Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Muhammad az-Zubairi, katanya, ada seorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i رحمه الله, “Benarkah al-Qur’an itu itu Khaliq (pencipta)?”, Jawab beliau, “Tidak benar”. “Apakah al-Qur’an itu makhluk?”, tanyanya lagi. “Tidak”, jawab Imam Syafi’i رحمه الله. “Apakah al-Qur’an itu bukan makhluk?”, tanyanya lagi “Ya, begitu”, jawab Imam Syafi’i رحمه الله.
Orang tadi bertanya lagi: “Mana buktinya bahwa al-Qur’an itu bukan makhluk?”. Imam Syafi’i رحمه الله kemudian mengangkat kepala, dan ia berkata: “Maukah kamu mengakui bahwa al-Qur’an itu Kalam Allah عزّوجلّ?”. “Ya, mau”, kata orang tadi. Kemudian Imam Syafi’i رحمه الله berkata, “Kamu telah didahului oleh ayat:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ

“Dan jika di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepada kamu, maka lindungilah ia, supaya ia sempat mendengar Kalam Allah عزّوجلّ.” (At-Taubah : 6)

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

“Dan Allah عزّوجلّ telah berbicara dengan Musa secara langsung.” (An-Nisa’ : 164)

Imam Syafi’i رحمه الله kemudian berkata lagi kepada orang tersebut: “Maukah kamu mengakui bahwa Allah عزّوجلّ itu ada dan demikian pula Kalam-Nya? Atau Allah عزّوجلّ itu ada, sedangkan Kalam-Nya belum ada ?”. Orang tadi menjawab, ”Allah عزّوجلّ ada, begitu pula Kalam-Nya.”
Mendengar jawaban itu Imam Syafi’i رحمه الله tersenyum, lalu berkata: “Wahai orang-orang Kufah, kamu akan membawakan sesuatu yang agung kepadaku, apabila kamu mengakui bahwa Allah عزّوجلّ itu ada sejak masa azali, begitu pula Kalam-Nya. Lalu dari mana kamu pernah punya pendapat bahwa Kalam itu Allah عزّوجلّ atau bukan Allah عزّوجلّ?”. Mendengar penegasan Imam Syafi’i رحمه الله itu, orang tadi terdiam, kemudian keluar.10

Dalam kitab Juz al-I’tiqad yang disebut-sebut sebagai karya Imam Syafi’i رحمه الله dari riwayat Abu Thalib al-‘Isyari, ada sebuah keterangan sebagai berikut:
“Imam Syafi’i رحمه الله pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah عزّوجلّ, dan hal-hal yang perlu diimani, jawab beliau, “Allah عزّوجلّ Tabaraka wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم, yang siapa pun dari umatnya tidak boleh menyimpang dari ketentuan seperti itu setelah memperoleh keterangan (hujjah). Apabila ia menyimpang dari ketentuan setelah ia memperoleh hujjah tersebut, maka kafirlah dia. Namun apabila ia menyimpang dari ketentuan sebelum ia memperoleh hujjah, maka hal itu tidak apa-apa baginya. Ia dimaafkan karena ketidaktahuannya itu. Sebab untuk mengetahui sifat-sifat Allah عزّوجلّ itu tidak mungkin dilakukan oleh akal dan fikiran, tetapi hanya berdasarkan keterangan-keterangan dari Allah عزّوجلّ. Bahwa Allah عزّوجلّ itu mendengar, Allah عزّوجلّ mempunyai dua tangan:

بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ

“Tetapi kedua tangan Allah عزّوجلّ itu terbuka.” (Al-Maidah : 64)

Dan Allah عزّوجلّ itu mempunyai tangan kanan:

وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ

“Dan langit itu dilipat tangan kanan Allah عزّوجلّ”. (az-Zumar: 67)

Dan Allah عزّوجلّ juga punya wajah:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

“Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah Allah عزّوجلّ.” (al-Qashash : 88)

وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman : 27)

Allah عزّوجلّ juga mempunyai telapak kaki, ini berdasarkan sabda Nabi صلي الله عليه وسلم :

حَتَّى يَضَعَ الرَّبُّ عَزَّوَجَلَّ فِيْهَا قَدْمَهُ

“Sehingga Allah عزّوجلّ meletakkan telapak kaki-Nya di Jahanam.”11

Allah عزّوجلّ tertawa terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, sesuai dengan sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم kepada orang yang terbunuh dalam Jihad fi sabilillah, bahwa “kelak akan bertemu dengan Allah عزّوجلّ, dan Allah عزّوجلّ tertawa kepadanya.” 12

Allah عزّوجلّ turun setiap malam ke langit yang terdekat dengan bumi, berdasarkan hadits Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم tentang hal itu. Mata Allah عزّوجلّ tidak pecak sebelah, sesuai dengan hadits Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم yang menyebutkan, bahwa “Dajjal itu pecak sebelah matanya, sedangkan Allah tidak pecak mata-Nya.” 13

Orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah عزّوجلّ pada hari kiamat dengan mata kepala mereka, seperti halnya mereka melihat bulan purnama. Allah عزّوجلّ juga punya jari-jemari, berdasarkan hadits Nabi صلي الله عليه وسلم :

مَا مِنْ قَلْبٍ إِلاَّ هُوَ بَيْنَ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ

“Tidak ada satu buah hati kecuali ia berada di antara jari-jari Allah ar-Rahman.” 14

Pengertian sifat seperti ini, di mana Allah عزّوجلّ telah mensifati diri-Nya sendiri dan Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم juga mensifati-Nya, tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal dan fikiran.

Orang yang tidak mendengar keterangan tentang hal itu tidak dapat disebut kafir. Apabila ia telah mendengar sendiri secara langsung, maka ia wajib meyakininya seperti halnya kita harus menetapkan sifat-sifat itu tanpa mentasybihkan (menyerupakan) Allah عزّوجلّ dengan makhluk-Nya, sebagaimana juga Allah عزّوجلّ tidak menyerupakan makhluk apa pun dengan diri-Nya. Allah سبحانه و تعالي berfirman :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)15

Copyleft © 1431H, Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim


--------------------------------------------------------------------------------

1 Shahih al-Bukhari, Kitab al-Aiman wa an-Nadzair, II/530 Shahih Muslim, III/266. Manaqib asy-Syafi’i, I/405

2 Ibn Abi Hatim, Adab asy-Syafi’i, hal.193, al-Hilyah, IX/112-113 al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, X/28

3 kk

4 Siyar A’lam an-Nubala’, X/31

5 Siyar A’lam an Nubula’, XX/341

6 al-Intiqa’, hal.79

7 Syarh Ushul I’tiqad Ahl as Sunnah, II/506

8 al-Intiqa’, hal. 79. Al-Baihaqi, Manaqib asy-Syafi’i, I/35

9 Syarh Ushul I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, I/252

10 Manaqib asy-Syafi’i, I/407-408

11 Shahih Bukhari, Kitab at-Tafsir, VII/594, Shahih Muslim, Kitab Al-Jannah, IV/2187

12 Shahih Bukhari, Kitab al-Jihad, VI/39, Shahih Muslim, Kitab al-Imarat, III/1504

13 Shahih Bukhari, Kitab al-Fitan, XIII/91. Shahih Muslim, Kitab al-Fitan, IV/2248

14 Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, IV/ 182. Sunan Ibn Majah, I/72.Mustadrak al-Hakim, I/525. Al-Ajiri, asy-Syari’ah hal. 317. Ibn Mandah, ar-Radd.

15 Aqidah Imam Syafi’i رحمه الله ini dinukil dari sebuah manuskrip yang tersimpan di Perpustakaan Pusat Universitas Leiden, Belanda.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Blog Pribadi Abu Iram Al-Atsary

Selamat, Anda sedang membaca artikel saya yang berjudul Pendapat Imam Syafi’i Tentang Tauhid - Artikel ini diposting oleh Unknown pada hari Selasa, 14 Februari 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jangan lupa like ke akun facebook anda untuk berbagi - Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui Buku Tamu Kami. By. Abu Iram Al-Atsary.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Disini:

 
© Copyright 2010. yourblogname.com . All rights reserved | yourblogname.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com